IMG-LOGO
Home Nasional Respons Pembatasan Pasokan Gas HGBT, Kemenperin Bentuk Pusat Krisis Industri
nasional | umum

Respons Pembatasan Pasokan Gas HGBT, Kemenperin Bentuk Pusat Krisis Industri

oleh Redaksi - 19 Agustus 2025 16:07 WITA
IMG
Kementerian Perindustrian (Kemenperin)

POLITIKAL.ID - Sektor industri nasional kembali menghadapi tekanan berat menyusul pemangkasan pasokan gas bumi kepada penerima Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT).

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyatakan keprihatinan mendalam atas kebijakan pemangkasan pasokan gas ini.

Merespons kondisi ini, Kemenperin mengambil langkah cepat dengan membentuk Pusat Krisis Industri Pengguna HGBT sebagai sarana pelaporan dan konsultasi bagi pelaku industri yang terdampak langsung.

Juru Bicara Kemenperin, Febri Hendri Antoni Arief, menilai langkah produsen gas memangkas pasokan gas HGBT sebagai keputusan yang janggal dan merugikan industri nasional.

“Hal ini kami anggap janggal. Pasokan gas dengan harga pasar yang mencapai lebih dari 15 dolar Amerika Serikat per MMBTU berjalan stabil. Namun, justru pasokan untuk sektor industri yang memperoleh harga khusus sebesar 6,5 dolar Amerika Serikat per MMBTU mengalami pemangkasan hingga 48 persen. Ini menunjukkan bahwa sebenarnya tidak terdapat hambatan produksi ataupun distribusi dari sektor hulu gas nasional,” ujar Febri dalam keterangan tertulis pada hari Selasa, tanggal 19 Agustus 2025.

Ia menambahkan bahwa pihak produsen seharusnya tidak membentuk opini publik yang menyiratkan adanya hambatan pasokan, apabila tujuannya semata-mata untuk mendorong kenaikan harga gas industri.

“Tidak terdapat persoalan teknis yang signifikan dari sisi produksi maupun pasokan. Kami mengingatkan bahwa kebijakan semacam ini dapat berdampak negatif terhadap industri dalam negeri, seperti yang pernah terjadi sebelumnya. Ketika relaksasi impor diberlakukan tanpa perhitungan matang, hal tersebut berdampak langsung pada penurunan utilisasi produksi, penutupan fasilitas industri, dan pengurangan tenaga kerja, seperti yang dialami sektor tekstil dan produk tekstil, serta industri alas kaki,” jelasnya.

Langkah pembentukan Pusat Krisis ini juga didorong oleh banyaknya laporan dari pelaku industri mengenai penurunan tekanan gas, kenaikan harga yang tidak sesuai ketentuan Peraturan Presiden Nomor 121 Tahun 2020, hingga terhambatnya aliran pasokan gas harga khusus ke sektor manufaktur.

Dengan hadirnya Pusat Krisis ini, Kementerian berharap dapat memberikan kepastian dan rasa aman bagi investor yang telah menanamkan modalnya di sektor industri pengolahan. Terdapat tujuh subsektor industri yang menjadi penerima manfaat HGBT, yaitu industri pupuk, petrokimia, oleokimia, baja, keramik, kaca lembaran, dan sarung tangan karet.

“Kami mendengar secara langsung keluhan para pelaku industri. Dalam situasi seperti ini, Kementerian tidak dapat bersikap pasif. Tugas kami adalah melindungi investasi yang telah terealisasi serta menjamin keberlangsungan kerja bagi sekitar 130 ribu tenaga kerja yang terlibat di sektor-sektor tersebut,” tegas Febri.

Ia menambahkan bahwa Pusat Krisis ini akan berfungsi sebagai saluran komunikasi cepat antara industri dan pemerintah, melakukan verifikasi kondisi di lapangan, serta menjadi instrumen resmi negara dalam memastikan keberlangsungan operasional industri pengguna gas bumi harga khusus.

"Oleh sebab itu, Pusat Krisis ini dibentuk untuk menampung keluhan, memverifikasi kondisi di lapangan, menjadi jalur komunikasi dan konsultasi cepat antara industri dengan pemerintah, serta instrumen resmi pemerintah untuk mengawal keberlanjutan industri pengguna gas," pungkasnya.

(tim redaksi)

Berita terkait