POLITIKAL.ID – Kasus dugaan pemalsuan tanda tangan Bupati Berau dalam Surat Keputusan (SK) Nomor 705 tentang penetapan tarif air Perumda Batiwakkal hingga kini belum menunjukkan perkembangan signifikan.
Meski laporan telah disampaikan oleh Pemerintah Kabupaten Berau melalui Kepala Bagian Hukum, Sofyan Widodo, kepada Polres Berau sejak 7 Januari 2025, hingga sembilan bulan berlalu, belum ada penetapan tersangka ataupun kepastian hukum.
Lambannya penanganan kasus ini mendapat perhatian serius dari Keluarga Pelajar Mahasiswa Kabupaten Berau (KPMKB) Samarinda.
Pada Kamis, 11 September 2025, mereka menggelar aksi unjuk rasa di Kantor Gubernur Kalimantan Timur untuk menuntut kejelasan dan transparansi dalam proses hukum.
Ketua KPMKB Samarinda, Oki, dalam orasinya menyatakan bahwa stagnasi dalam penanganan perkara ini mencerminkan lemahnya transparansi dalam penegakan hukum.
“Kasus ini sudah terlalu lama mandek. Kami menuntut adanya kejelasan dan keadilan yang secepat-cepatnya. Sangat tidak masuk akal jika hingga sembilan bulan belum ada perkembangan berarti,” tegas Oki dalam aksi unjuk rasa.
Oki juga mempertanyakan pernyataan pihak kepolisian yang menyebut perkara ini sebagai tindak pidana administrasi yang memerlukan waktu panjang dalam pembuktian. Menurutnya, alasan tersebut tidak dapat dijadikan pembenaran atas lambannya penanganan kasus.
“Ini merupakan kasus dengan kategori sedang. Dalam praktiknya, dua bulan seharusnya cukup untuk proses penyelidikan, lalu dilanjutkan ke tahap penyidikan. Namun hingga kini, belum ada kejelasan apa pun,” lanjutnya.
Sebagai bentuk keseriusan, KPMKB telah mengirimkan surat pengaduan resmi kepada Kapolri, Kapolda Kalimantan Timur, kepala daerah, lembaga legislatif, kejaksaan, serta institusi penegak hukum lainnya. Mereka juga memberikan tenggat waktu selama 7×24 jam kepada pihak terkait untuk menindaklanjuti tuntutan tersebut.
“Kami telah bersepakat dengan pihak-pihak terkait bahwa diberikan waktu tujuh kali dua puluh empat jam. Jika dalam batas waktu tersebut tidak ada tindak lanjut, kami akan kembali menyuarakan tuntutan dan mempertanyakan komitmen yang telah disepakati,” tegasnya.
Menanggapi aspirasi yang disampaikan KPMKB, Kepala Bagian Pemerintahan Biro Pemerintahan dan Otonomi Daerah Provinsi Kalimantan Timur, Imanudin, menyatakan bahwa pihaknya akan menyalurkan aspirasi tersebut kepada pimpinan.
“Kapasitas kami adalah menindaklanjuti aspirasi dalam bentuk laporan kepada pimpinan. Hal ini dapat disampaikan melalui Badan Kesbangpol sebagai sekretariat Forkopimda untuk diteruskan ke Gubernur,” jelas Imanudin.
Ia menambahkan bahwa kewenangan hukum berada di ranah kepolisian, sehingga Pemerintah Provinsi tidak dapat melakukan intervensi langsung terhadap proses hukum. Meski demikian, ia memastikan laporan KPMKB akan segera disampaikan kepada Gubernur.
“Mulai hari ini kami siapkan laporan resmi kepada Gubernur. Tindak lanjut berikutnya—apakah melalui surat kepada Kapolda atau mekanisme lainnya—akan menyesuaikan arahan Gubernur selaku Ketua Forkopimda,” tuturnya.
Dalam pernyataan persnya, KPMKB Samarinda menyampaikan tiga tuntutan utama. Pertama, mendesak Gubernur Kalimantan Timur untuk segera berkoordinasi dengan Kapolda guna mengevaluasi kinerja Kapolres Berau.
Kedua, meminta agar dilakukan evaluasi menyeluruh terhadap kemungkinan adanya konflik kepentingan atau tekanan politik yang berpotensi menghambat penyelidikan. Ketiga, menuntut keterbukaan informasi kepada publik terkait perkembangan serta hambatan konkret dalam proses penyelidikan.
“Keadilan yang tertunda adalah keadilan yang ditolak. Jangan biarkan kasus ini berlarut-larut hingga menimbulkan spekulasi mengenai adanya intervensi atau kepentingan tersembunyi,” pungkas Oki.
(tim redaksi)