POLITIKAL.ID - Setya Novanto, yang terjerat dalam kasus korupsi proyek e-KTP, masih berstatus sebagai kader Partai Golkar.
Pernyataan ini disampaikan Wakil Ketua Umum Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia.
"Per hari ini, Setya Novanto masih menjadi bagian dari keluarga besar Partai Golkar. Ia masih tercatat sebagai kader Golkar," kata Doli.
Doli menjelaskan bahwa meskipun Setnov sudah menjalani proses hukum dan dinyatakan bebas bersyarat, hingga kini yang bersangkutan belum pernah mengundurkan diri dari partai. Bahkan, Partai Golkar pun belum pernah mengeluarkan surat pemberhentian terhadap mantan Ketua Umum tersebut.
"Golkar bersyukur karena Setnov telah selesai menjalani proses hukum dan saat ini bebas bersyarat," ujar Doli.
Namun, ia juga menekankan bahwa kembalinya Setnov ke dalam kepengurusan partai akan bergantung pada keputusan pribadi yang bersangkutan.
Doli menambahkan bahwa meskipun Setnov masih berstatus kader, aktivitasnya saat ini terbatas karena status bebas bersyarat yang ia jalani.
"Tentu ada aktivitas yang terbatas, tidak sebebas orang yang tidak dalam status bebas bersyarat," kata Doli.
Pada prinsipnya, Doli mengatakan bahwa Golkar tak pernah menolak siapapun untuk aktif di kepengurusan.
Namun, ia menyinggung bahwa Setnov sendiri sudah pernah mencapai pucuk pimpinan tertinggi di Golkar sebagai ketua umum.
Ia pun menyinggung bahwa era kepengurusan Golkar saat ini telah berubah.
"Sekarang kan banyak kader-kader muda dan segala macam seperti itu. Nah, kalaupun misalnya kita, Pak Novanto bersedia aktif lagi ya tentu kita tempatkan di tempat yang sesuai dengan posisi dirinya sekarang lah, dari segi pengalaman, dari segi senioritas, dan segala macam," katanya.
Setya Novanto, yang menjalani hukuman atas kasus korupsi proyek pengadaan KTP elektronik (E-KTP) kini telah bebas bersyarat.
Novanto dibebaskan setelah menjalani dua per tiga masa pidananya di Lapas Sukamiskin, Bandung.
Koordinator Humas dan Protokol Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Rika Aprianti, menjelaskan bahwa pembebasan bersyarat Setya Novanto diberikan setelah ia memenuhi sejumlah ketentuan hukum dan administratif. Salah satunya adalah pengurangan masa hukuman melalui putusan Peninjauan Kembali (PK) yang dikabulkan Mahkamah Agung pada Juni 2025.
“Dari putusan PK, hukuman Novanto dikurangi dari 15 tahun menjadi 12,5 tahun. Ia juga telah menjalani dua pertiga masa pidana, membayar denda serta uang pengganti,” ujar Rika.
(*)