POLITIKAL.ID — Mahasiswa yang tergabung dalam Mahasiswa Anti Korupsi Indonesia (MAHKI) menyoroti proyek pembangunan Bandara Ujoh Bilang di Kabupaten Mahakam Ulu yang telah digelontorkan dananya sejak tahun 2016.
MAHKI menuding proyek tersebut sarat penyimpangan dan meminta Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur (Kejati Kaltim) segera turun tangan melakukan audit menyeluruh.
Tuntutan ini disuarakan MAHKI dalam aksi massa yang berlangsung di depan Kantor Kejati Kaltim, Kamis (23/10/2025).
Massa membawa berbagai spanduk bertuliskan seruan antikorupsi dan kecaman terhadap praktik pembangunan yang dinilai tidak transparan.
Koordinator Lapangan MAHKI, Toti, menegaskan bahwa pembangunan bandara yang seharusnya menjadi simbol kemajuan wilayah perbatasan itu justru berubah menjadi proyek mangkrak tanpa kejelasan arah.
“Sejak 2016, dana besar sudah digelontorkan untuk proyek ini. Tapi sampai sekarang bandara belum bisa dimanfaatkan masyarakat. Ini sangat ironis dan menimbulkan tanda tanya besar soal transparansi serta akuntabilitas pelaksanaan proyek,” ujarnya tegas dalam orasi.
Menurut Toti, MAHKI telah menelusuri sejumlah dokumen penganggaran dan pelaksanaan proyek yang mengindikasikan adanya praktik mark up serta ketidaksesuaian spesifikasi teknis. Temuan tersebut juga disertakan dalam laporan resmi ke Kejaksaan Agung (Kejagung) pada 9 Mei 2025, dengan nomor surat 027/MAHKI/PENGADUAN/III/2025.
“Laporan kami ke Kejagung mencakup 17 proyek di Mahakam Ulu yang kami nilai bermasalah. Termasuk pembangunan bandara, jalan, dan beberapa infrastruktur publik seperti rumah ibadah. Ada pola yang kami lihat di situ—dugaan mark up anggaran, ketidaksesuaian volume pekerjaan, dan lemahnya pengawasan,” terang Toti.
Bandara Ujoh Bilang sejatinya dirancang sebagai proyek strategis untuk memperkuat konektivitas wilayah perbatasan Kalimantan Timur, membuka isolasi daerah, dan mendorong pertumbuhan ekonomi Mahakam Ulu. Namun, kenyataan di lapangan jauh dari harapan.
Pembangunan yang dimulai sejak hampir satu dekade lalu itu masih belum menunjukkan kemajuan berarti. Fasilitas utama seperti landasan pacu dan terminal penumpang dikabarkan belum memenuhi standar keselamatan penerbangan, sehingga belum bisa dioperasikan.
“Kami menilai ada yang tidak beres. Jika dibiayai terus-menerus dari tahun ke tahun tetapi hasilnya nihil, maka wajar publik mencurigai adanya penyimpangan,” ujar Toti.
Ia juga menyoroti lemahnya pengawasan pemerintah daerah terhadap pelaksanaan proyek yang sebagian besar bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan APBD Provinsi Kaltim. Menurutnya, transparansi laporan keuangan harus menjadi prioritas agar kepercayaan publik terhadap pengelolaan anggaran tidak runtuh.
Dalam pernyataan sikap yang dibacakan di depan gedung Kejati, MAHKI mengajukan empat tuntutan utama sebagai langkah nyata pemberantasan korupsi di daerah. Pertama, mereka mendesak Kejati Kaltim melakukan audit investigatif terhadap dugaan mark up dan ketidaksesuaian spesifikasi fisik pembangunan Bandara Ujoh Bilang.
Kedua, mereka meminta Kejati memanggil dan memeriksa seluruh pihak yang diduga terlibat, mulai dari kontraktor pelaksana, pejabat pembuat komitmen (PPK), hingga pejabat di instansi teknis terkait.
Ketiga, mereka menuntut Kejati Kaltim untuk mengawasi seluruh proyek pembangunan di Kabupaten Mahakam Ulu agar sesuai ketentuan hukum dan prinsip efisiensi. Keempat, MAHKI meminta agar Kejati berkoordinasi aktif dengan Kejaksaan Agung guna mempercepat tindak lanjut laporan yang telah mereka kirimkan sebelumnya.
“Jangan sampai laporan kami hanya berakhir di meja birokrasi tanpa ada langkah hukum yang nyata. Kami ingin ada kejelasan—apakah ada unsur pidana dalam proyek ini atau tidak,” seru Toti di tengah orasi yang disambut teriakan dukungan massa.
Menanggapi tuntutan tersebut, Kasi Penerangan Hukum (Penkum) Kejati Kaltim, Toni Yuswanto, memastikan pihaknya tidak akan tinggal diam. Ia menegaskan bahwa laporan yang disampaikan MAHKI akan segera dipelajari dan dikaji untuk menentukan langkah hukum selanjutnya.
“Kami akan menindaklanjuti dan berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung untuk memastikan serta menyelaraskan penanganan permasalahan ini,” ujarnya saat dikonfirmasi usai aksi.
Menurut Toni, koordinasi antarinstansi menjadi langkah penting agar tidak terjadi tumpang tindih dalam proses penyelidikan dan agar setiap laporan masyarakat bisa ditindak sesuai mekanisme hukum yang berlaku.
“Setiap laporan yang masuk akan kami pelajari dengan cermat. Prinsipnya, jika ditemukan indikasi pelanggaran hukum, tentu akan kami proses,” tambahnya.
Aksi MAHKI di Samarinda menambah panjang daftar suara publik yang menuntut transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan proyek infrastruktur besar di Kalimantan Timur. Banyak pihak menilai, keterbukaan informasi soal penggunaan anggaran publik menjadi kunci untuk mencegah praktik korupsi di tingkat daerah.
Proyek Bandara Ujoh Bilang sejatinya diharapkan dapat membuka akses udara bagi masyarakat Mahakam Ulu yang selama ini bergantung pada jalur sungai dan darat yang terbatas. Namun hingga kini, mimpi itu masih menggantung.
“Bandara ini seharusnya menjadi simbol kemajuan daerah, bukan simbol kegagalan tata kelola anggaran,” ujar Toti menutup aksi.
(tim redaksi)