IMG-LOGO
Home Advertorial DPRD Kaltim Desak Pengelolaan Sungai Mahakam Diserahkan ke Daerah
advertorial | umum

DPRD Kaltim Desak Pengelolaan Sungai Mahakam Diserahkan ke Daerah

oleh VNS - 01 Mei 2025 15:24 WITA
IMG
DIWAWANCARAI - Anggota DPRD Kaltim, Husni Fachruddin. (Istimewa)

 POLITIKAL.ID - Serangkaian insiden kapal menabrak Jembatan Mahakam I dalam tiga bulan terakhir memicu keresahan di DPRD Kalimantan Timur.


Bagi DPRD, kejadian ini bukan hanya soal kelalaian lalu lintas air, tapi juga momentum untuk meninjau ulang siapa yang seharusnya mengelola Sungai Mahakam, pemerintah pusat atau daerah.


Anggota Komisi II DPRD Kaltim, M. Husni Fahruddin atau yang akrab disapa Ayub, menyebut dua insiden tabrakan kapal dalam waktu singkat adalah bukti bahwa pengawasan oleh pihak pusat, dalam hal ini KSOP dan Pelindo sudah tidak maksimal.


“Dua kali kapal menabrak dalam tiga bulan, ini jadi bukti. Kalau pengawasan bagus, harusnya nggak kejadian lagi,” ujar Ayub kepada wartawan, Rabu (30/4/2025).


Ayub menyoroti ironi yang terjadi di Sungai Mahakam. Meski sungai tersebut dipenuhi lalu lintas kapal yang mengangkut hasil bumi Kalimantan Timur seperti batu bara dan kayu, tak sepeser pun pendapatan daerah mengalir dari aktivitas itu.


“Gak ada PAD yang didapat. Sungai penuh aktivitas, hasil alam dibawa keluar, tapi daerah cuma jadi penonton,” keluhnya.


Menurut Ayub, potensi pendapatan daerah akan sangat besar jika alur sungai dikelola oleh pemerintah provinsi atau kabupaten/kota.


Ia menilai inilah saatnya memperjuangkan kedaulatan pengelolaan sumber daya lokal.


Melihat urgensi ini, DPRD Kaltim menggulirkan wacana pembentukan Peraturan Daerah (Perda) yang mengatur tata kelola sungai secara lebih ketat dan berpihak pada keselamatan warga.


Perda ini juga bisa menjadi dasar memperkuat posisi daerah dalam lobi ke pemerintah pusat.


“Kalau bisa dikelola daerah, kenapa harus nunggu pusat terus? Kita akan sampaikan langsung ke Kemenhub,” tegasnya.


Ayub juga menekankan bahwa selama ini daerah hanya menanggung dampak lingkungan dan sosial dari aktivitas ekonomi sungai, tanpa mendapat timbal balik yang adil secara fiskal.


“Ini soal keadilan. Kalau semua hasil kita dibawa keluar lewat sungai, kita berhak dapat bagian yang layak,” tegasnya.


(Adv)