POLITIKAL.ID - Musyawarah adat Dayak yang digelar di Lamin Adat Muang Raya, Jalan Rajo Mulyo, Lempake, Kecamatan Samarinda Utara, Sabtu malam (13/9), menghasilkan keputusan tegas. Lukas Himuq, pihak yang bersengketa dalam perkara rumah tangga dengan Dewi Afrikana, dinyatakan melanggar adat berat karena menolak hadir dalam sidang adat meski telah diberi kesempatan.
Forum yang dihadiri para tokoh lintas sub-etnis Dayak, antara lain Kayan, Kenyah, Bahau, Tunjung, dan Benuaq sejatinya menjadi ruang mediasi adat. Namun suasana musyawarah berlangsung dinamis dan cukup menegangkan akibat absennya Lukas. Ia bahkan sebelumnya secara resmi menyatakan penolakan terhadap proses adat tersebut di hadapan hakim mediator Pengadilan Negeri Sangatta pada 1 September 2025.
Ketua Adat Kenyah Kaltim, Gun Ingan, menilai sikap Lukas mencoreng nilai-nilai luhur adat Dayak.
“Adat tidak hadir untuk menghakimi, melainkan memberi nasihat dan penyelesaian bermartabat. Ketidakhadiran yang bersangkutan adalah bentuk pelanggaran berat terhadap adat,” tegasnya.
Hal senada disampaikan Esrom Palan, Kepala Adat Desa Budaya Pampang. Ia menekankan bahwa sikap Lukas dapat menjadi preseden buruk bagi generasi muda bila dibiarkan tanpa sanksi.
“Lembaga adat harus menunjukkan bahwa adat Dayak tidak bisa dipandang sebelah mata,” ujarnya.
Meski demikian, suara menyejukkan datang dari Badri Surek, Ketua Lembaga Adat Muang Raya. Ia mengingatkan bahwa putusan adat tetap harus menjaga persatuan dan hubungan kekeluargaan.
“Keputusan adat perlu didukung bersama, agar tidak menimbulkan perpecahan baru di masyarakat,” katanya.
Dalam musyawarah itu, Dewi Afrikana memaparkan alasannya membawa perkara rumah tangga ke forum adat. Menurutnya, Lukas tidak menunjukkan itikad baik, bahkan keluarga pihak suami disebut mendorong hubungan dengan perempuan lain meski masih berstatus suami sah.
Selain itu, Dewi menyinggung soal usaha keluarga, CV Cahaya Samudra, yang saat ini dikelola Lukas. Usaha tersebut menurutnya adalah warisan dari orang tuanya.
“Saya minta hak itu dikembalikan. Jangan sampai harta warisan orang tua jatuh ke tangan yang tidak semestinya,” ungkap Dewi.
Musyawarah adat kemudian menetapkan empat poin keputusan penting, yakni:
Lukas Himuq dinyatakan melanggar adat berat karena menolak hadir dalam musyawarah adat.
Seluruh harta hasil perkawinan ditetapkan sebagai milik anak-anak dan tidak dapat dibagi kepada Lukas.
Lukas tetap berkewajiban memberikan nafkah dan biaya pendidikan bagi anak-anak.
Hak asuh anak sepenuhnya berada di tangan Dewi Afrikana sebagai ibu kandung.
Keputusan tersebut akan diserahkan ke majelis hakim Pengadilan Negeri Sangatta sebagai pertimbangan dalam perkara perceraian yang sedang berjalan.
Musyawarah adat di Lamin Muang Raya menjadi bukti bahwa hukum adat Dayak tetap hidup dan relevan dalam penyelesaian konflik, serta harus dihormati oleh setiap warganya.
(Redaksi)