IMG-LOGO
Home Daerah Yayasan Melati Protes Pengosongan Sepihak Ruang Sekolah oleh Pemprov Kaltim
daerah | kaltim

Yayasan Melati Protes Pengosongan Sepihak Ruang Sekolah oleh Pemprov Kaltim

oleh Hasa - 26 Juni 2025 11:33 WITA
IMG
Sengketa antara Yayasan Melati dan Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Pemprov Kaltim) terkait penggunaan gedung Sekolah

POLITIKAL.ID - Yayasan Melati menyatakan keberatannya terhadap tindakan pengosongan sepihak yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Pemprov Kaltim) terhadap ruang-ruang sekolah yang selama ini digunakan untuk kegiatan belajar mengajar. 

Ketua Yayasan Melati, Ida Farida, menegaskan bahwa ruang-ruang sekolah yang dimaksud telah dibangun dengan dana dan izin yang diajukan oleh pihak yayasan sendiri, dengan Surat Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang sah. 

Oleh karena itu, Ida mempertanyakan dasar hukum di balik keputusan Pemprov Kaltim untuk mengambil alih ruang-ruang tersebut tanpa adanya kesepakatan bersama.

“Bangunan ini dibangun atas nama yayasan dengan IMB yang kami ajukan sendiri. Kalau begitu atas dasar apa mereka mengklaim bisa langsung mengambil alih ruang-ruang itu?” kata Ida, saat ditemui di Kampus Melati, Kamis (26/6/2025).

Polemik ini bermula dari surat Pemprov yang dilayangkan pada 11 Juni 2025, yang menyatakan niat mereka menggunakan sejumlah ruang kelas untuk kebutuhan SMA Negeri 10 Samarinda. Yayasan Melati membalas dengan surat keberatan karena belum ada perjanjian kerja sama, apalagi ruang-ruang tersebut masih aktif dipakai oleh 420 siswa dari tiga jenjang pendidikan di bawah naungan yayasan.

Namun, hanya lima hari berselang, Pemprov kembali mengirim surat lanjutan yang meminta pengosongan ruangan. Dan pada 25 Juni 2025, sejumlah pintu kelas hingga ruang kepala sekolah dilaporkan dibongkar secara sepihak.

“Kami sangat menyayangkan kami pikir setelah proses verifikasi aset tanggal 4 Juni lalu, semuanya akan dilanjutkan dengan pembicaraan teknis dan appraisal. Tapi tiba-tiba malah ada pembongkaran,” ujar Ida.

Menurut Ida, tindakan itu tidak hanya melampaui norma administratif tetapi juga berpotensi melanggar hukum. Meski ada klaim bahwa PLT Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kaltim, Armin, akan bertanggung jawab, namun belum ada penjelasan resmi soal dasar hukum pengosongan tersebut.

Salah satu titik konflik mendalam adalah soal kepemilikan lahan dan bangunan. Berdasarkan dokumen yang dimiliki yayasan tanah memang hak pakai dari Pemprov, namun hampir seluruh bangunan berdiri atas biaya dan izin dari Yayasan Melati sendiri.

“Kalau memang aset pemerintah tentu kami tidak akan keberatan. Tapi ini dibangun atas izin kami, dana kami, bahkan sampai perabot dan perlengkapan pun kami tanggung itu sebabnya kami merasa wajib memperjuangkan hak siswa-siswi kami,” ujar Ida.

Ia juga mengungkap bahwa tindakan pembongkaran sejumlah ruang kantor, termasuk ruang TU dan laboratorium penyajian dilakukan tanpa dialog. Bahkan perabotan seperti perlengkapan dapur SMK ikut dikeluarkan secara terburu-buru.

“Ini bukan sekadar ruangan. Di dalamnya ada proses ada anak-anak, ada kehidupan. Kami tidak ingin menyulut konflik, tapi kami ingin keadilan ditegakkan,” tuturnya.

Yayasan juga menjelaskan hal itu karena bahwa komunikasi yang terjadi lebih bersifat sepihak. 

Yusan Triananda, Pembina Yayasan Melati, menilai bahwa sejak awal pihak yayasan tidak pernah menutup pintu dialog. Namun justru dikejutkan dengan pendekatan yang tidak partisipatif.

“Awalnya kami diberi tahu sekolah ini akan dipakai Taruna Borneo lalu berubah jadi SMA 10. Kalau memang mau digunakan, kenapa tidak duduk bersama lebih dulu? Ini kan lembaga pendidikan, bukan bangunan kosong,” tegas Yusan.

Ia menyebut secara teknis, hal-hal seperti aliran listrik, pasokan air, hingga koordinasi aktivitas siswa antar lembaga semestinya dibicarakan dulu secara rinci. 

“Kami bukan menolak program pemerintah tapi seharusnya ada rasa saling menghormati. Pendidikan itu soal masa depan, bukan soal kuasa,” ucapnya.

(*)


Tags:

Berita terkait