IMG-LOGO
Home Advertorial Atasi Krisis Nakes, DPRD Kaltim Dorong Kerja Sama dengan Kampus Medis Nasional
advertorial | umum

Atasi Krisis Nakes, DPRD Kaltim Dorong Kerja Sama dengan Kampus Medis Nasional

oleh VNS - 14 Mei 2025 08:35 WITA
IMG
BERBICARA - Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kaltim, Andi Satya Adi Saputra. (Istimewa)

POLITIKAL.ID - Krisis tenaga kesehatan masih menghantui Kalimantan Timur (Kaltim). Data Dinas Kesehatan menunjukkan, dari 188 puskesmas yang tersebar di seluruh wilayah, 48 di antaranya masih kekurangan sembilan jenis tenaga medis penting seperti dokter umum, dokter gigi, perawat, bidan, hingga tenaga farmasi.

Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kaltim, Andi Satya Adi Saputra, menyebut persoalan ini sebagai masalah struktural yang perlu diatasi secara bertahap namun konkret.

 Untuk jangka pendek, ia mengusulkan pemerintah daerah segera menjalin kemitraan dengan perguruan tinggi yang memiliki fakultas kedokteran dan ilmu kesehatan di luar Kaltim.

“Kita tidak bisa menunggu sampai tenaga lokal siap semuanya. Harus ada langkah cepat. Salah satunya, kerja sama dengan kampus-kampus besar di luar daerah untuk mengisi kekosongan dokter, terutama di wilayah yang benar-benar kekurangan,” ujar Andi.

Ia mencontohkan kampus-kampus ternama seperti Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada, Universitas Airlangga, dan Universitas Hasanuddin sebagai institusi yang bisa diajak bermitra.

 Lewat program penempatan atau magang dokter muda, wilayah seperti Mahakam Ulu dan Kutai Barat yang selama ini tertinggal dari segi layanan medis bisa segera mendapat tenaga kesehatan.

“Kerja sama ini bisa mencakup internship atau penugasan sukarela dengan dukungan fasilitas dan insentif dari pemerintah daerah. Kita siapkan tempat tinggal, insentif, dan dukungan penuh agar mereka bersedia mengabdi di Kaltim,” jelasnya.

Andi menambahkan, ketimpangan sebaran tenaga medis menjadi tantangan utama. Meski Samarinda dan Balikpapan sudah cukup baik dalam layanan kesehatan, daerah pelosok justru masih terisolasi secara layanan.

“Kubar dan Mahulu misalnya, masih sukar mendapat pelayanan kesehatan yang memadai. Ini karena faktor jarak, geografis, dan minimnya tenaga medis yang bersedia ditempatkan di sana,” ungkapnya.

Meski mengusulkan kolaborasi dengan kampus luar sebagai solusi jangka pendek, politisi muda ini tetap menekankan pentingnya strategi jangka panjang. Pemerintah daerah harus berinvestasi membiayai anak-anak daerah agar bisa menempuh pendidikan di bidang kesehatan, dengan kontrak pengabdian setelah lulus.

“Dibiayai kuliah di kedokteran atau keperawatan, lalu diwajibkan kembali ke daerah asalnya setelah lulus. Itu akan menciptakan kemandirian dalam jangka panjang,” tegasnya.

Lebih dari sekadar mengisi kebutuhan tenaga medis, Andi melihat langkah-langkah ini sebagai bagian dari membangun sistem kesehatan yang lebih merata dan inklusif di seluruh Kaltim.

“Kita tidak hanya bicara soal jumlah dokter. Tapi juga akses, pemerataan, dan kualitas layanan kesehatan untuk semua warga. Kolaborasi dan investasi SDM harus berjalan bersamaan,” tutup Andi.

(Adv)