IMG-LOGO
Home Advertorial DPRD Samarinda Desak Legalitas Lahan Makam di Konsesi PT BBE
advertorial | DPRD Samarinda

DPRD Samarinda Desak Legalitas Lahan Makam di Konsesi PT BBE

oleh VNS - 09 Juli 2025 12:28 WITA
IMG
Ketua Komisi I DPRD Samarinda, Samri Shaputra (Foto:Istimewa)

POLITIKAL.ID - Ketidakpastian status lahan pemakaman di wilayah bekas tambang kembali menjadi sorotan. DPRD Kota Samarinda mengingatkan PT Bara Bintang Energi (BBE) agar tidak mengabaikan tanggung jawab sosial terhadap masyarakat yang telah memanfaatkan sebagian kecil lahan konsesinya untuk tempat pemakaman umum sejak lebih dari satu dekade lalu.


Ketua Komisi I DPRD Samarinda, Samri Shaputra, menegaskan bahwa keberadaan pemakaman di atas lahan bekas tambang PT BBE bukanlah hal baru. Bahkan, menurutnya, warga telah menggunakan lahan tersebut secara swadaya sejak tahun 2012 tanpa pernah mengganggu operasional perusahaan.

“Warga tidak pernah menuntut kompensasi atau menolak tambang. Tapi mereka butuh kepastian bahwa tanah yang dipakai untuk makam keluarga mereka tidak akan dipermasalahkan di kemudian hari,” kata Samri usai rapat bersama masyarakat dan perwakilan instansi terkait, Senin (7/7/2025).

Dari hasil penelusuran DPRD, lahan yang digunakan sebagai makam itu seluas sekitar 4 hektare, jauh lebih kecil dibanding total luas konsesi tambang PT BBE yang mencapai 40 ribu hektare. Samri menilai permintaan warga agar lahan tersebut dihibahkan atau setidaknya diberikan izin pinjam pakai secara resmi adalah wajar dan sangat manusiawi.

“Kurang dari 0,01 persen dari konsesi perusahaan. Tapi nilai moralnya jauh lebih besar. Ini menyangkut harga diri dan ketenangan batin masyarakat,” tegas Samri.

Yang menjadi perhatian DPRD adalah ketiadaan dasar hukum yang jelas antara masyarakat dan pihak perusahaan. Selama ini, komunikasi hanya dilakukan secara informal, tanpa ada dokumen resmi yang mengatur pemanfaatan lahan tersebut.

“Kami khawatir, jika manajemen PT BBE berubah, maka kesepakatan lisan ini bisa dibatalkan begitu saja. Maka dari itu, perlu legalitas. Warga tidak boleh hidup dalam ketidakpastian,” ujarnya.

Samri juga mengungkap bahwa Pemkot Samarinda pernah mengupayakan penyelesaian persoalan ini secara administratif. Pada 2012, Wali Kota Samarinda sudah mengirim surat resmi kepada kantor pusat PT BBE di Jakarta. Namun hingga kini, belum ada balasan tertulis dari perusahaan.

Padahal, menurut Samri, jika merujuk pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2021 tentang Penataan Ruang, lahan eks tambang yang tidak lagi produktif dan tidak dikelola dapat dinyatakan sebagai tanah terlantar dan diambil alih oleh negara untuk kepentingan umum.

“Pemerintah sebenarnya bisa saja mengambil tindakan tegas. Tapi kami tetap ingin penyelesaian ini bersifat damai, tanpa konflik, dan dengan mengedepankan itikad baik dari perusahaan,” ujarnya.

Ia juga menekankan bahwa masyarakat yang tinggal di sekitar konsesi PT BBE telah menunjukkan sikap sangat toleran terhadap kegiatan pertambangan. Meski kerap terdampak debu dan banjir, mereka jarang melakukan protes. Satu-satunya permintaan mereka hanyalah kepastian soal lahan makam.

“Ini bukan soal ekonomi, ini soal kemanusiaan. Kami mendorong agar PT BBE segera merespons persoalan ini secara tertulis dan formal, demi menghormati warga dan menjaga keharmonisan,” tutup Samri.

DPRD berencana mengirim surat resmi kepada manajemen PT BBE dalam waktu dekat untuk mendorong penyelesaian administratif secepatnya, sebelum persoalan ini menimbulkan sengketa atau polemik lebih lanjut.

(ADV)