IMG-LOGO
Home Advertorial Sengketa Pendirian Gereja Toraja di Sungai Keledang Belum Usai, DPRD Samarinda Tekankan Pentingnya Musyawarah
advertorial | DPRD Samarinda

Sengketa Pendirian Gereja Toraja di Sungai Keledang Belum Usai, DPRD Samarinda Tekankan Pentingnya Musyawarah

oleh VNS - 10 Juli 2025 14:47 WITA
IMG
Ketua Komisi IV DPRD Samarinda, Mohammad Novan Syahronny Pasie (Foto:Ist)

POLITIKAL.ID - Polemik seputar rencana pendirian rumah ibadah Gereja Toraja di Kelurahan Sungai Keledang, Kecamatan Samarinda Seberang, masih terus bergulir tanpa titik terang. Persoalan yang telah berlangsung cukup lama ini kembali mencuat ke permukaan dan menarik perhatian berbagai pihak, termasuk Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Samarinda.


Ketua Komisi IV DPRD Samarinda, Mohammad Novan Syahronny Pasie, menegaskan bahwa penyelesaian persoalan ini sebaiknya dilakukan dengan cara musyawarah, bukan konfrontasi. Menurutnya, keterlibatan seluruh pihak baik yang mendukung maupun yang menolak sangat penting untuk mencapai titik temu yang adil dan damai.

“Karena persoalan ini belum masuk ke ranah hukum, kami menyarankan agar diselesaikan melalui musyawarah. Jangan sampai menimbulkan gesekan sosial yang berkepanjangan,” ujarnya.

Untuk mencari solusi, DPRD Samarinda menggelar rapat dengar pendapat (RDP) yang dihadiri berbagai instansi terkait, seperti Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), Kementerian Agama, Badan Kesbangpol, camat dan lurah setempat, serta perwakilan kepolisian.

Rapat tersebut merupakan tindak lanjut dari surat keberatan yang dilayangkan oleh Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) Kelurahan Sungai Keledang. Dalam surat itu, mereka meminta agar proses pemberian rekomendasi pendirian rumah ibadah ditinjau ulang karena dianggap menimbulkan keresahan di tengah masyarakat.

Dalam forum tersebut, FKUB dan Kementerian Agama menjelaskan bahwa rekomendasi yang diberikan telah mengikuti prosedur formal sesuai Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 dan 9 Tahun 2006 tentang pendirian rumah ibadah. Namun, Komisi IV DPRD menemukan sejumlah kejanggalan dalam data dukungan warga.

Beberapa warga mengaku telah menandatangani surat dukungan tanpa mengetahui bahwa dokumen tersebut digunakan untuk mengurus izin pendirian gereja. Bahkan, ada warga yang merasa tidak pernah menyatakan dukungan namun namanya tercantum dalam daftar.

“Ini penting untuk ditelusuri. Jangan sampai rekomendasi yang sudah dikeluarkan ternyata tidak didukung oleh data yang akurat dari masyarakat,” tegas Novan.

Diketahui, ada sekitar 90 jemaat yang tercatat, dengan 60 nama warga disebut telah menyatakan dukungan. Namun DPRD mempertanyakan apakah mereka benar-benar berdomisili di wilayah sekitar lokasi pendirian rumah ibadah, seperti dalam satu RT atau lingkungan kelurahan.

“Kalau tidak dijelaskan secara detail, maka interpretasinya bisa beragam dan memicu persoalan baru,” tambahnya.

Lebih jauh, kuasa hukum warga dari RT 24 dan sejumlah tokoh masyarakat menyampaikan bahwa proses yang berjalan belum sepenuhnya sesuai prosedur. Pihak Kelurahan Sungai Keledang sendiri mengakui tidak memberikan persetujuan secara tertulis, melainkan hanya mengetahui adanya proses administrasi yang berjalan.

Situasi inilah yang membuat DPRD meminta agar dilakukan evaluasi ulang, termasuk kemungkinan peninjauan kembali terhadap rekomendasi yang telah diterbitkan FKUB dan Kemenag. Apalagi ada sejumlah warga yang diketahui tidak tinggal di wilayah tersebut, bahkan berasal dari luar Kecamatan Samarinda Seberang.

“Ini harus menjadi bahan evaluasi serius. Apalagi jika datanya tidak sesuai dengan fakta di lapangan,” ujar Novan.

Sementara itu, pihak gereja belum dipanggil secara resmi dalam forum RDP, karena secara administratif dinilai telah memenuhi persyaratan awal. Namun DPRD menyatakan akan mengundang pihak gereja dalam pertemuan berikutnya guna memberi kesempatan menjelaskan secara langsung kepada warga dan pemangku kepentingan.

“Kami akan melakukan pendalaman dan memanggil semua pihak, karena kita tidak bisa hanya mendengar dari satu sisi saja,” jelasnya.

Dari hasil pendataan, pihak kelurahan menyertakan 85 fotokopi KTP sebagai bentuk dukungan. Namun sekitar 20 orang di antaranya kemudian menyatakan keberatan dan meminta agar nama mereka dicabut dari daftar. Kendati demikian, jumlah tersebut masih di atas batas minimal 60 dukungan yang disyaratkan dalam peraturan, sehingga perlu klarifikasi lebih lanjut apakah penarikan dukungan tersebut mempengaruhi validitas dokumen awal.

Semua tokoh masyarakat, lanjut Novan, menyatakan kesediaannya untuk hadir dalam pertemuan lanjutan. Mereka berharap suara mereka bisa didengar tanpa ada niat untuk menghambat pembangunan rumah ibadah.

“Kami ingin persoalan ini diselesaikan dengan damai dan bermartabat. Semua pihak, termasuk anggota dewan dari daerah pemilihan setempat, akan kami libatkan,” pungkasnya.

(ADV)